Roni Imroni: “Penyebaran Hoaks 6x Lebih Cepat dari Informasi Sebenarnya”

wartait.com, Berita – Dilansir dari lintaspriangan.com, BERITA TASIKMALAYA. Kegiatan Bimbingan Teknis Pengelolaan Informasi bagi Komunitas Informasi Masyarakat (KIM) yang digelar di Kecamatan Cisayong, Kamis (20/11/2025), kembali menyoroti bahaya derasnya arus informasi di ruang digital. Acara ini dibuka oleh Kepala Bidang Informasi Komunikasi Publik (IKP) Dishubkominfo Kabupaten Tasikmalaya, Roni Imroni, yang hadir dalam kapasitas resminya sebagai pembina penguatan literasi informasi di tingkat masyarakat.
Dalam sambutannya, Roni menegaskan bahwa KIM memiliki peran penting sebagai mitra strategis pemerintah daerah. Ia menyebut KIM bukan hanya perpanjangan tangan pemerintah dalam penyebaran informasi publik, tetapi juga benteng pertama masyarakat dalam menyaring kabar yang benar dan yang palsu. “Bantu kami pemerintah daerah untuk menyaring informasi,” ucapnya di hadapan peserta dari wilayah Utara Kabupaten Tasikmalaya.
Para peserta menerima materi terkait literasi digital, kemampuan memverifikasi informasi, hingga cara mengenali kabar palsu yang kerap beredar melalui grup percakapan. Diskusi berlangsung cukup dinamis, terutama ketika menyinggung maraknya hoaks yang semakin sulit dibedakan karena kemasannya kini makin meyakinkan. Para narasumber, mulai dari pengurus FK KIM hingga praktisi komunikasi visual, memberikan perspektif yang memperkuat pemahaman peserta mengenai urgensi pengelolaan informasi yang sehat dan bertanggung jawab.
Penjelasan Roni Imroni Soal Hoaks yang Menyebar 6 Kali Lebih Cepat
Seusai acara, Roni memberikan penjelasan tambahan kepada wartawan Lintas Priangan mengenai cepatnya penyebaran hoaks. Ia menyampaikan bahwa berbagai penelitian internasional menunjukkan hoaks menyebar jauh lebih cepat dibandingkan informasi yang benar.
“Banyak riset menyebutkan bahwa hoaks bisa menyebar sampai enam kali lebih cepat dibandingkan informasi asli. Ini bukan sekadar asumsi, tapi hasil penelitian yang cukup kuat,” ujar Roni membuka penjelasannya.
Ia kemudian merujuk pada sebuah studi terkenal dari para peneliti Massachusetts Institute of Technology (MIT) yang dipublikasikan dalam jurnal Science. Dalam riset itu, para peneliti mempelajari 126.285 informasi yang beredar di internet, lalu melakukan verifikasi melalui enam situs pengecek fakta internasional: Snopes, Politifact, FactCheck, TruthOrFiction, Hoax-Slayer, dan Urban Legends.
“Hasilnya cukup mengejutkan. Dua per tiga dari informasi yang diteliti ternyata palsu. Hanya sekitar satu dari lima yang benar-benar faktual, sementara sisanya campuran antara benar dan salah,” jelas Roni.
Roni juga memaparkan salah satu temuan paling mencolok dari penelitian tersebut. Hoaks hanya membutuhkan sekitar 10 jam untuk menjangkau 1.500 orang, sedangkan informasi benar butuh sekitar 60 jam untuk mencapai audiens yang sama. “Bayangkan perbedaan kecepatannya. Informasi benar seperti lari maraton, sementara hoaks sprint,” katanya.
Tidak hanya itu, penelitian tersebut membuat satu temuan lain yang tidak kalah mengkhawatirkan. Informasi faktual baru mulai banyak dibagikan setelah memperoleh sekitar 1.000 impresi. Namun pada informasi palsu, terdapat 1 persen konten hoaks yang bisa dibagikan hingga 100.000 kali, jauh melampaui performa sebaran berita asli.
“Itulah kenapa kita perlu meningkatkan literasi informasi. Kalau tidak hati-hati, kita bisa ikut mempercepat penyebaran hoaks tanpa sadar,” ujar Roni.
Ia menutup wawancara dengan mengajak masyarakat membiasakan tiga langkah sederhana sebelum menyebarkan informasi: cek sumbernya, cek tanggalnya, dan cek konteksnya. “Kalau salah satu meragukan, jangan disebarkan dulu. Lebih baik menahan diri daripada ikut menyebarkan hoaks,” tutupnya.
Melalui Bimtek ini, Roni berharap KIM semakin siap menjadi garda terdepan dalam menghadapi tantangan informasi digital serta mampu melindungi masyarakat dari kabar sesat yang menyebar jauh lebih cepat dibandingkan fakta sebenarnya. (GPS)
